Sistem Pengelolaan Zakat di Indonesia

Bismillahir rahman nir rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wa baraokatuh,

Berbicara tentang pengelolaan zakat di Indonesia, tentunya tidak akan terlepas dari amanat UUD Tahun 1945.

Pada bagian Agama, BAB XI, Pasal 29 disebutkan bahwa :
1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamana dan kepercayaannya itu.

Selain itu, di Pasal 34 juga ditegaskan bahwa :
1. Fakir, miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara
2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Dalam rangka menindak lanjuti amanat UUD’45 itulah,
• Presiden RI ke.3, Prof DR. BJ, Habibie membuat dan menerapkan UU.No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kemudian disempurnakan lagi di zaman
• Presiden RI ke.6, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu UU.No.23, Tahun 2011, dan dibuatkan juga Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU.No.23 th 2011, tentang Pengelolaan Zakat.

Makna dari kata Pengelolaan Zakat yang dimaksud adalah Kegiatan Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengordinasian dalam Pengumpulan, Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat, (Psl.1).

Pengelolaan Zakat itu harus berasaskan :
Syariat Islam, Amanah, Kemanfaatan, keadilan, Kepastian hukum, Terintegrasi dan Akuntabilitas (Psl.2).

Adapun tujuan dari dibuatnya Undang-Undang tentang Pengelolaan zakat ini adalah :
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan
2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. (Psl. 3)

Untuk melaksanakan tujuan yang mulia itu, maka Pemerintah membentuk Lembaga Pemerintah Non Struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baik itu di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten / Kota. (Psl. 5).

Baznas di tingkat Pusat beranggotan 11 orang, ( 8 orang dipilih dari unsur masyarakat, 3 orang dari unsur Pemerintah).
Sementara Baznas di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, berjumlah 5 orang yang dipilih dan ditetapkan oleh Kepala Daerah. Dengan masa kerja 5 tahun, setelah mendapatkan pertimbangan dari Baznas Pusat. (Psl.8,9, 15).

Berhubung karena Baznas adalah Lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah dan bertujuan membantu Pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan, maka dalam melaksanakan tugasnya Baznas dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah serta Hak Amil. (Psl. 31)

Pembiayaan Baznas dan Penggunaan Hak Amil, diatur lebih detail lagi pada Peraturan Pemerintah No.14, Tahun 2014, dimana disebutkan pada Pasal 67-69 :
• Biaya operasional Baznas Provinsi dan Baznas Kabupaten/Kota dibebankan pada APBD meliputi :
o Hak keuangan pimpinan Baznas
o Biaya administrasi umum
o Biaya sosialisasi dan koordinasi Baznas

Ruang lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh Baznas melalui Unit Pengumpul Zakat yang dibentuk yaitu meliputi (Psl 53-55):

• Lembaga Negara
• Kementrian / Lembaga Pemerintah non kementrian
• Badan Usaha Milik Negara / Daerah
• Perusahaan swasta nasional dan asing
• Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
• Masjid Negara, Masjid Raya dan Masjid/Mushola lainnya.
• Perguruan Tinggi dan Sekolah / Madrasah,Kecamatan, Kelurahan.

Untuk membantu Baznas dalam pelaksanaan, Pengumpulan, Pendistribusian dan Pendaya gunaan zakat yang memiliki ruang lingkup yang sangat luas ini, maka masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat), dimana LAZ itu harus mendapatkan izin dari menteri atau Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Hal ini dimaksud agar semuanya baik itu Baznas maupun LAZ wajib memberikan laporan kepada Pemerintah dan wajib diaudit baik secara keuangan oleh Kantor Akuntan Pajak, maupun Audit Syariah oleh Kementrian Agama.

Nasrum minallahi wa fathun qorib,
Fastabiqul Khairat,
Wassalamualaikum Warahmatullahi wa barokatuh.